Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

sejarah tanah abang by yuda


Sejarah  tanah abang

Pasar Tanah Abang dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia sebagai pusat perdagangan tekstil terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sejarah berdirinya Pasar Tanah Abang diawali pada tangal 30 Agustus 1735, Justinus Vinck, orang Belanda yang kaya raya mendapatkan ijin dari Gubernur Jendral Abraham Patram untuk membangun sebuah pasar. Pasar tersebut yang kini dikenal sebagai pasar Tanah Abang dan Pasar Senen (dulunya dikenal sebagai Weltervreden). Ijin yang diberikan saat itu untuk Pasar Tanah Abang sebagai tempat berjualan tekstil serta barang kelontong dan hanya buka setiap hari Sabtu. Sedang Weltervreden (Pasar Senen) untuk berjualan sayur mayur dan hanya buka setiap hari Senin.

Pada tahun 1740 terjadi pembantaian warga Cina dan Pasar Tanah Abang terbakar. Pada tahun 1881 Pasar Tanah Abang kembali dibangun, dan yang tadinya hanya buka pada hari Sabtu ditambah dengan hari Rabu, sehingga pasar Tanah Abang buka 2 kali seminggu. Pasar Tanah Abang terus mengalami perbaikan hingga akhir abad-19 dimana bagian lantai mulai dikeraskan dengan pondasi adukan. Pada tahun 1913 kembali dilakukan perbaikan Pasar Tanah Abang. Pada tahun 1926 pemerintahan Kotaraja Batavia mulai melakukan pembangunan secara permanen. Bangunan pasar mulai dibentuk dari 3 los panjang dengan dinding bata dan beratap genting.
Pasar Tanah Abang semakin berkembang setelah dibangun Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut mulai dibangun tempat-tempat seperti masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Tek Tjen Sien yang keduanya seusia Pasar Tanah Abang itu sendiri.
Nama Tanah Abang mulai dikenal ketika seorang kapten Cina bernama Phoa Bhingam kepada Pemerintahan Belanda untuk membuat sebuah terusan pada tahun 1648. Penggalian terusan ini kearah selatan sampai dekat hutan. Kemudian dipecah menjadi dua bagian yaitu daerah timur sampai di kali Ciliwung dan ke arah barat sampai kali Krukut. Terusan ini bernama Molenvliet, berfungsi sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi dengan mempergunakan perahu ke arah selatan sampai dekat hutan. Dengan adanya terusan tersebut dapat memperlancar hubungan dan perkembangan daerah kota ke selatan.Bahkan hingga dewasa ini jalan-jalan yang berada di sebelah kiri dan kanan terusan itu merupakan urat nadi yang menghubungkan jalan Lapangan Banteng, Merdeka, Tanah Abang dan Jakarta Kota.

            Daerah selatan kemudian muncul menjadi daerah perkebunan yang diusahakan oleh tuan tanah orang Belanda dan Cina. Phoa Bhingam sendiri memiliki perkebunan tebu beserta dengan tempat penggilingannya yang berada di daerah Tanah Abang. Selain itu juga para tuan tanah Belanda memiliki beberapa daerah perkebunan, antara lain kebun kacang. Sebab minyak kacang merupakan bahan komoditi yang laris. Disamping itu mengusahakan kebun jahe, kebun melati, kebun sirih, dan lainnya yang kemudian masih berbekas dan menjadi nama wilayah seperti sekarang masih dipakai orang. Karenamelimpahnya hasil-hasil perkebunan di daerah tersebut, timbullah suatu gagasan dari Justinus Vinck untuk mengajukan permohonan mendirikan sebuah pasar atas tanah miliknya di daerah Tanah Abang dan daerah Senen. Setelah mendapat izin dari Pemerintah Belanda melalui Gubernur Jenderal Abraham Petrus, pada tanggal 30 Agustus 1735 Justinus Vinck membangun dua buah pasar, yaitu Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen (Weltevreden). Peranan kali Krukut yang berada di dekat Pasar Tanah Abang menjadi penting dan ramai dikunjungi oleh perahu-perahu yang memuat barang-barang yang akan dijual ke Pasar Tanah Abang.

            asal-usul nama dari Tanah Abang. Mengenai nama asal dari Tanah Abang sejarahnya masih diragukan. Namun ada dua pendapat mengenai nama tersebut yang penulis catat, yaitu pada waktu pasukan Mataram menyerang kota Batavia pada tahun 1628, mereka mengadakan serangan kearah kota melalui daerah selatan yaitu Tanah Abang. Mereka mempergunakan tempat tersebut sebagai pangkalan, karena tempat tersebut merupakan tanah bukit,sedang disekitarnya terdapat daerah rawa-rawa dan kali Krukut. Karena tanahnya merah, maka mereka menyebutkan tanah abang dari bahasa Jawa yang artinya merah. Selain itu adapula yang mengartikan nama Tanah Abang dari kata "abang dan adik" yaitu dua orang bersaudara kakak dan adik. Karena adiknya tidak mempunyai rumah, maka ia minta kepada abangnya untuk mendirikan rumah. Tanah yang ditempati disebut Tanah Abang. Menjelang akhir abad 18 keadaan di daerah Tanah Abang mengalami perubahan. Muncul beberapa rumah mewah yang dibangun oleh orang-orang Belanda dan Cina. Di sekitar rumah mereka terdapat rumah-rumah penduduk yang bangunannya masih sederhana. Sebagian besar dari mereka bekerja di rumah-rumah orang Belanda dan Cina sebagai pembantu, tukang kebun dan penjaga malam.

            Seorang tuan tanah Cina yang kaya bernama Tan Hu Teng membeli tanah milik pribumi bernama Bapak Gepeng untuk dibangun sebagai tempat peristirahatannya. Karena Bapak Gepeng dikenal sebagai jagoan Tanah Abang, maka Tan Hu Teng mengangkat dia sebagai penjaga rumahnya. Di belakang rumah Tan Hu Teng terbentang sebuah kebun yang letaknya agak menjorok ke dalam, maka tempat tersebut dinamakan Kebun Dalam. Di sebelah selatan kebun, tanahnya agak rendah dan letaknya berdekatan dengan kali Krukut. Oleh karena itu tempat itu disebut Tanah Rendah.

            Peranan kali Krukut pada waktu itu berlipat ganda dan sangat besar manfaatnya bagi penduduk di sekitarnya. Selain berfungsi sebagai sarana transportasi dan rekreasi, juga dipergunakan untuk keperluan sehari-hari penduduk, yaitu untuk mandi, cuci, kakus (MCK). Untuk menjaga kebersihan dan mencegah banjir, Pemerintah Belanda telah membuat pintu air pada tahun 1917.


Di seberang kali tersebut terdapat tempat pemberhentian atau pangkalan sado dan delman. Sambil beristirahat para kusir member makan kudanya di suatu tempat/alat untuk kuda yang disebut kombongan. Kombongan yaitu alat (wadah) yang bentuknya bulat terbuat dari batu dan semen, gunanya untuk tempat makanan ternak. Sekarang kombongan-kombongan tersebut tidak kita jumpai lagi di tempat ini; yang ada hanya nama sebuah daerah yaitu Kombongan. Tidak jauh dari pangkalan-pangkalan sado dan delman, terbentang perkebunan pohon jati yang luas. Penduduk di sekitarnya menyebut daerah itu ialah Jatibaru.

            Adapun nama Kampung Bali disebut demikian karena dahulunya banyak orang-orang Bali yang tinggal di sana. Pada waktu itu Pemerintah Belanda memberikan pangkat kapten kepada kepala kelompok suku-suku bangsa yang ada di Batavia. Masing-masing mendiami perkampungan khusus, sehingga kita mengenal adanya nama Kampung Bali, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Ambon, Kampung Cina, dan lain-lain. Adapun pengaruh dari Suku Bali di Batavia cukup banyak, diantaranya pengaruh terhadap bahasa Betawi (Jakarta). Sampai sekarang masih kita pergunakan sehari-hari, misalnya kata jihad, bianglala, lantas, menyungkun, iseng, ngebet dan lain-lain. Bahkan akhiran “in” misalnya "nungguin dan pegangin" adalah pengaruh bahasa Bali.

            Menjelang akhir abad 19 banyak orang Arab menghuni wilayah Tanah Abang dan sekitarnya. Pada tahun 1920 jumlah orang Arab yang tinggal di daerah Tanah Abang kira-kira sebanyak 13.000 orang. Adapun kesukaan mereka ialah makan daging kambing. Pasar Tanah Abangpun menjadi ramai melayani keperluan kambing. Kegiatan daerah Tanah Abang semakin meningkat dengan dibukanya beberapa buah tempat pemakaman, stasiun kereta api, masjid, dan sebuah wihara atau klenteng.

            Di tengah-tengah kemelut api perlawanan terhadap Jepang, pada bulan Oktober 1945 tentara Sekutu dengan escort kapal-kapal perangnya merapat di pantai Jakarta. Bersama dengan kapal-kapal Sekutu datang pula kapal perang Belanda yang turut serta dengan mereka.

            Pada tanggal 4 dan 5 Oktober 1945, Stasiun Tanjung Priok ditembaki oleh Tentara Belanda dan mereka kemudian mengatur persediaan alat-alat perang dengan dibantu oleh Sekutu. Keadaan di Jakarta semakin genting, karena Belanda melebarkan sayapnya mengadakan pertempuran di beberapa tempat, antara lain Senen, Kramat, Sawah Besar, Pintu Air, Harmoni, Petojo, Gambir, Petamburan, dan Tanah Abang.

            Pertempuran antara pasukan Belanda dengan penduduk daerah Tanah Abang dan Jati Petamburan terjadi di Kampung Karet dekat kuburan. Belanda hendak mencoba menduduki kantor cabang polisi dengan maksud memutuskan hubungan dengan daerah-daerah lain. Walaupun pasukan Belanda memiliki persenjataan yang lengkap, namun penduduk yang didukung oleh para pemuda tidak gentar menghadapi mereka. Hanya dengan modal keberanian, akhirnya Belanda dapat diusir dari daerah Karet dan mengundurkan diri ke daerah Jembatan Tinggi Jati Petamburan. Di sana pasukan Belanda dipecah menjadi dua bagian, yaitu sebagian menuju daerah Tanah Abang dan sebagian lagi menuju daerah Jati Baru. Tetapi setiba di Gang Thomas, mereka diserang oleh penduduk dan banyak yang tewas serta senjatanya dapat dirampas.

            Pada tanggal 20 Nopember 1945 berkobar kembali pertempuran di daerah Jati Petamburan, Karet, dan Jati Baru. Pada waktu itu kira-kira pukul 4.30 pagi, tentara Belanda mengadakan pemeriksaan dan penggeledahan terhadap setiap penduduk yang lewat Jembatan Tinggi. Pada waktu mereka menggeledah, para pemuda pejuang tidak memberikan perlawanan. Setelah agak jauh dari tempat tersebut, mereka melemparkan granat dan tembakan ke arah Jembatan Tinggi, sehingga suasana menjadi rusuh. Para pemuda dari Tanah Abang, Kampung Bali, dan Jati Petamburan bergabung menjadi satu menyerang konvoi mobil Belanda yang sedang patroli. Di kedua belah pihak banyak yang tewas. Namun demikian bagi para pemuda peristiwa itu merupakan cambuk untuk membakar semangat mereka. Belandapun tidak tetap diam untuk menghadapi mereka, lalu disewanya mata-mata untuk mengawasi gerak-gerik para pemuda dan penduduk.

            Bapak Misnan dari daerah Kampung Bali menyamar sebagai tukang cuci mobil di markas Sekutu 'Royal Air Forces' (RAF) yang bertempat di rumah bekas tuan tanah di daerah Tanah Abang Bukit. Karena mendapat kepercayaan dari mereka, maka Bapak Misnan berhasil mencuri dokumen nama orang-orang yang akan ditangkap dan beberapa pucuk senjata. Segera ia hubungi orang-orang yang ada dalam dokumen tersebut dan menyuruhnya segera meninggalkan rumah. Berkat usahanya maka mereka berhasil diselamatkan. Penjagaan markas Sekutu semakin diperketat. Setiap orang yang lewat tempat tersebut diperiksa dan digeledah, menyebabkan bencinya penduduk terhadap Sekutu semakin menjadi.

            Pada suatu malam para pemuda dari Kampung Bali dan Kebon Dalem sudah bersiap-siap akan menyerang markas tersebut, tetapi untunglah datang seorang sesepuh kampung yang menasehati mereka supaya jangan melakukan tindakan tersebut, karena sangat berbahaya dan mengancam jiwa penduduk yang ada di sana.

            Polisi militer Belanda tidak berani lagi mengadakan patroli di daerah Kampung Bali, karena di sana bersarangnya komplotan pemuda pemenggal kepala yang dipimpin oteh Bapak Ramdani. Hampir setiap malam terjadi pembunuhan terhadap tentara Belanda dan mata-matanya. Mereka dikubur di Jalan Kampung Bati Gang V.

            Bapak Misnan beserta kawan-kawannya bersatu dengan tentara Sekutu India Muslim mengadakan serangan ke markas Belanda yang berada di Jalan Taman Kebon Sirih dan berhasil merampas 4 pucuk senjata LE dan 20 buah granat tangan. Kemudian Bapak Misnan melarikan diri ke daerah Cikampek karena jiwanya terancam. Beliau menggabungkan diri dengan pasukan Tentara Keamanan Rakyat dan diberi tugas untuk mencegah tentara Belanda yang akan pergi ke Bandung.

            Di daerah Jati Petamburan, Pal Merah, dan Slipi, keamanan wilayah dipegang oleh Barisan Pelopor dan Barisan Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Bapak Muntaco dan Achmad Dera. Markas mereka terletak di Jalan Jati Petamburan No. 4. Di gedung ini sering diadakan pertemuan para tokoh pejuang dan rapat rahasia untuk mengatur siasat dalam menghadapi Belanda. Disini pula diadakan Pengadilan Tinggi Barisan Keamanan Rakyat, tempat tentara Belanda yang ditangkap dihukum mati dan dikubur di halaman gedung tersebut.

            Pada masa lampau orang Betawi asal Tanah Abang mata pencariannya ialah pedagang keliling, berjualan buah-buahan, baju, dan kue. Adapula mereka yang bekerja pada percetakan orang Belanda 'Garda Internatio'. Disamping itu ada juga yang menjadi tukang sado (delman) dan pencarian lainnya yaitu menderap padi. Jika mereka akan berangkat, terlebih dahulu berkumpul di dekat pohon besar yaitu pohon rengas. Mereka menyewa perahu kepada kumpi atau buyut yang dikenal dengan nama Haji Duit.

            Dengan melalui kali Banjir Kanal (Kali Malang) mereka pergi menderap di Bekasi, Kebayoran Lama, Slipi, dan Srengseng. Hasil dari menderap mendapatkan bawon (ikat padi). Cara mendapatkannya yaitu setiap 5 ikat padi mendapatkan bawon 1 ikat. Pada umumnya bawon itu lebih besar dari ikatan biasanya. Sifat mata pencarian itu musiman, hanya pada waktu panen padi. Mereka juga menjual air yang berasal dari sumur bor milik Haji Romli, dijual ke kota, ke perusahaan kecap, toko-toko dan rumah-rumah penduduk dengan harga Rp 2,50 untuk 21 pikul. Ada pula yang berjualan kembang dan kambing.

Bagi pendatang dari Bima dan orang-orang Bali yang diasingkan mengusahakan kacang dan jahe. Sedangkan orang-orang yang datang dengan perahu dari pasar ikan membawa ikan dan mangga Indramayu. Sepulangnya dari Tanah Abang membawa rumput untuk makan kuda.

Akan tetapi mata pencarian semacam itu tidak dapat bertahan, karena perkembangan penduduk yang sangat pesat, terutama setelah urbanisasi dari daerah-daerah lain di Indonesia berdatangan ke Jakarta. Kampung Tanah Abang tidak luput menjadi sasaran para pendatang yang ingin mengadu nasib di Tanah Abang. Mata pencarian mereka sekarang beralih menjadi pedagang, buruh, pegawai negeri maupun swasta, dan lain sebagainya.

Usaha lain di samping dagang, penduduk Tanah Abang Kampung Bali membuat kerajinan tangan, seperti tas dan sepatu. Usaha mereka boleh dikatakan tumbuh dengan baik. Kesulitan para pengrajin itu ialah tempat yang tidak memenuhi syarat.

Tanah abang saat ini

Pasar Tanah Abang saat ini terdiri dari 3 wilayah gedung yang biasa disebut Tanah Abang Lama, Tanah Abang Metro, dan Tanah Abang AURI. Tanah Abang Lama terdiri atas beberapa blok diantaranya adalah Blok A, B dan F. Masing-masing blok ini terdiri dari kios-kios. Tanah Abang AURI terdiri atas beberapa blok diantaranya adalah A, B, C, D, E, F, AA, BB, CC. Blok-blok yang berada di Tanah Abang AURI adalah kumpulan ruko ynag menjual tekstil, kecuali untuk blok E yang berupa kios-kios yang menjual pakaian dalam dalam bentuk grosir maupun eceran.
Saat gubernur Ali Sadikin memimpin Jakarta pada tahun 1972, Pasar tanah Abang dibangun menjadi 3 lantai yang terdiri 4 blok dan berpendingin ruangan (AC).
Kini Pasar Tanah Abang selain dikenal sebagai pusat grosir kain, juga dikenal sebagai pusat grosir pakaian pria, wanita & anak, grosir busana muslim, grosir baju kebaya & fashion impor, grosir sprei, tas wanita, mukena dan masih banyak produk tekstil lainnya.
Di Blok A Tanah Abang ini memang banyak menjual bahan kain, batik, kebaya pernikahan, baju muslim, baju jas pria, sepatu, serta grosiran tas yang tersebar di 12 lantai. Apabila sudah lelah berbelanja, di Lantai 8 tersedia food court luas yang nyaman tempat restoran-restoran juga fast food ternama dengan berbagai pilihan.

Seiring dengan perkembangannya, Pemda Jakarta membangun Pasar Tanah Abang menjadi pusat grosir yang modern. Pasar Tanah Abang menjadi gedung pusat grosir berlantai 12 yang megah, modern dan nyaman dilengkapi dengan pendingin udara. Kini jumlah kios di Pasar tanah Abang telah lebih dari 10.000 kios.
Ditanah abang saya juga sempat mewancarai salah satu bapa bapa penjual kerudung yang berada  di Blok F2 lantai 5,di depan Stasiun Tanah Abang dan jalan menuju blok F , orang yang saya wawancarai bernama bapa hendra mulyawan, beliau merupakan pengusaha yang merantau dari jawa, berhubung waktu itu kios tidak ramai maka saya pun memberanikan diri untuk memulai percakapan.

Saya (Y)
Pa hendra(H)

(Y) : permisi pa maaf mengganggu aktivitas dan pekerjaan bapa, emm... bolehkah saya ngombrol sebentar sama bapa?
(H) : ada perlu apa ya?
(Y):  jadi gini pa, saya yuda , dari universitas gunadarma bekasi sedang ada tugas ingin mencari informasi yang ada di tanah abang, emm... bersediakah bapa untuk saya wawancarai sebentar?
(H): oh begitu ya silahkan de , apa yang ade ingin tanyakan?
(Y): oh ya maaf nama bapa siapa ya?
(H): nama saya hendra
(Y) : oh pa hendra , emm .. pekerjaan bapak disini sebagai apa ya pa?
(H): saya penjual kerudung jilbab dan juga penjual peralatan solat wanita de
(Y):ohh begitu klo boleh tau asal bapa asli dari jakarta atau merantau ?
(H) : hemm ... asal saya dari kota semarang , saya merantau ke jakarta karena ingin mengadu nasib ke jakarta bersama teman saya .
(Y): oh jadi bapa dari kota semarang ya ... lalu sudah berapa lama bapa tinggal dijakarta atau berjualan di tanah abang ini?
(H) : emm kira – kira sekitar tahun 2008 ya klo ga salah segitu sudah 4 tahun saya menetap dijakarta di daerah tanah abang ini .
            Tak lama kemudian ada seorang pembeli yang membeli barang pa hendra sehingga pembicaraan kami pun menjadi terpotong , karena tak enak berlama lama menanyakan banyak hal ke pa hendra yang sibuk melayani pelanggan maka saya pun pamit dengan pa hendra.
(Y): pa ... pa hendra sekian dlu ya pembicaraan kita , makasih banyak ya pa atas kesediaan waktu bapa untuk saya wawancarai
(H): iya gapapa de , bapa juga ga sibuk sibuk banget ini hahahaha.

Demikian lah percakapan saya dengan penjual perlengkapan muslimah di tanah abang yang luas ini , banyak sekali percampuran budaya dan etnik yang berbaur menjadi satu ditanah abang ini sehingga tak heran bila kita berbelanja di tempat ini banyak sekali etnik yang berbeda dan banyak pula para perantau perantu.